
PONTIANAK - Pemerintah Kota Singkawang sedang mendorong penerapan skema Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE) dalam upaya memperkuat keberlanjutan lingkungan di daerahnya. Sebagai informasi adopsi ALAKE di Singkawang diadvokasi oleh JARI Indonesia Borneo Barat yang dukung The Asia Foundation.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Singkawang Siti Kodam Mariana mengatakan adopsi ALAKE sebagai strategi mendorong kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan sesuai dengan visi dalam RPJPD 2025-2045.
Ini kata Siti, merupakan komitmen dari Pemerintah Kota Singkawang terhadap perbaikan dan pelestarian lingkungan hidup. Langkah ini diambil sebagai respons atas meningkatnya tantangan lingkungan hidup yang dihadapi berupa kerusakan lahan akibat bencana. Sebagaimana diketahui Singkawang memiliki tantangan terkait pengelolaan lingkungan berupa Indek Risiko Bencana (IRB) yang masuk kategori tinggi dengan Indeks 155,47.
Lalu Hasil Kajian Risiko bencana di Kalimantan Barat Tahun 2021, Kota Singkawang berpotensi mengalami kerusakan lingkungan dan lahan yang tinggi akibat bencana Kebakaran Hutan dan Lahan dengan luas kerusakan 774 Ha, kerusakan akibat longsor seluas 459 Ha, Kerusakan akibat banjir seluas 1.324 Ha, dan kerusakan akibat kekeringan seluas 3.201 Ha.
“Melalui reformulasi alokasi dana kelurahan dengan menambah indikator ekologi untuk menilai kinerja lingkungan hidup di masing-masing kelurahan di Kota Singkawang diharapkan memberikan penguatan khususnya pada tingkatan kelurahan sehingga performa pengelolaan fiskal yang berbasis pembangunan hijau, keberpihakan gender dan kelompok inklusi lainnya di Kota Singkawang, bisa terus berlangsung,” kata Siti.
Siti menjelaskan dalam skema ALAKE yang sedang didorong dilakukan dengan mereformulasikan dana kelurahan dalam tiga alokasi, yakni alokasi dasar, alokasi formula dan alokasi kinerja. Kemudian sebagai inovasi dalam pengalokasian dana kelurahan berbasis kinerja maka disusun indeks kinerja kelurahan yang terbagi pada dua aspek yakni lingkungan hidup serta tata kelola keuangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Lanjut Siti, pada dua aspek itulah tertuang kriteria dan indikator yang sudah disusun yang menjadi capaian kinerja kelurahan dalam skema ALAKE. “Sehingga skema ALAKE ini diharapkan dapat memberikan insentif kepada kelurahan yang memiliki kinerja ekologi tinggi, sebagai sumber pendanaan dalam kebijakan lingkungan hidup di kelurahan,” tambah Siti.
Direktur JARI Indonesia Borneo Barat, Firdaus mengatakan proses adopsi ALAKE di Kota Singkawang sedang berjalan. Tahapan saat ini sedang penyusunan petunjuk teknis terkait tata cara penerapan insentif kinerjanya.
Lanjut Firdaus, skema ALAKE merupakan bagian dari kebijakan transfer fiskal berbasis ekologis/lingkungan. Kebijakan ini adalah transfer anggaran secara top down, dengan pertimbangan kinerja lingkungan hidup.
“EFT ini sendiri merupakan model pengalokasian belanja transfer dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintahan di bawahnya pada setiap wilayah. Untuk Singkawang, dari Pemerintahan Kota ke Kelurahan, melalui dana kelurahan,” kata Firdaus.
Firdaus menambahkan skema ALAKE yang nantinya diadopsi, tidak hanya merumuskan kriteria dan indikator pada aspek lingkungan hidup, tetapi juga yang menjadi capaian Pemkot Singkawang sebagaimana tertuang dalam RPJMD. Sehingga kata Firdaus, bisa mengakselerasi tujuan pembangunan di Kota Singkawang.
“Jadi kami mendampingi Pemkot Singkawang sudah menyusun naskah kebijakan yang di dalamnya tidak hanya mendapatkan rumusan masalah tentang lingkungan yang selanjutnya menjadi kriteria dan indikator, tetapi juga aspek lain sebagaimana tujuan pembangunan Kota Singkawang,” kata Firdaus.
Menurut Firdaus, skema serupa sudah diadopsi di pemerintah daerah lainnya di Kalimantan Barat. Antara lain Pemerintah Kubu Raya, Mempawah dan Sanggau. “Hanya penamaan saja beda. Jika dari pemerintah kabupaten ke desa dinamakan Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologis, yang saat ini sudah berjalan di tiga kabupaten,” imbuh Firdaus.
Sementara itu inisiatif Pemkot Singkawang mengadopsi skema ALAKE mendapat apresiasi dari Program Officer The Asia Foundation (TAF). Kebijakan itu merupakan langkah progresif Pemerintah Kota Singkawang dalam mendorong pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Senior Program Officer (SPO) TAF Indonesia Margaretha Wahyuningsih mengatakan kebijakan mengadopsi skema ALAKE tidak hanya menunjukkan komitmen pemerintah dalam perlindungan dan pendanaan lingkungan hidup, tetapi juga memperkuat peran kelurahan sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan di daerah.
Melalui ALAKE menunjukkan kelurahan mampu menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan. Hal ini mencakup berbagai inisiatif, mulai dari pengelolaan sampah yang baik, penanaman pohon, hingga keterlibatan perempuan dalam pembangunan kota. Selain itu, melalui adopsi skema ini dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan, serta memperkuat sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan
“Sehingga TAF mengapresiasi Pemkot Singkawang yang berkomitmen untuk mendukung perlindungan dan pendanaan lingkungan hidup melalui ALAKE Singkawang,” ungkap Margaretha.
Sebagai informasi, penerapan model Ecological Fiscal Transfer (EFT) sebagai salah satu inovasi pendanaan lingkungan hidup di daerah. Penerapan EFT diinisiasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Perlindungan Lingkungan Hidup sejak tahun 2017. Model ini dirumuskan dalam bentuk skema insentif transfer fiskal dari pemerintah daerah kepada pemerintah yang berada dibawahnya.
Secara skema pemberian ini diberikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, atau pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten dan atau pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah desa/kelurahan. Pemberian ini tentunya diberikan berdasarkan pengukuran kinerja ekologis dengan tujuan dan manfaat bagi pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan rendah karbon.
Sejak tahun 2017 hingga saat ini, koalisi telah intens mendorong daerah untuk mempromosikan skema EFT di daerah dalam bentuk Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE), serta di nasional yaitu Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE) dan berdasarkan perkembangannya sudah 40 pemerintah daerah yang telah menerapkan kebijakan EFT ini (TAPE, TAKE, ALAKE).
Dalam perkembangannya dari 40 pemerintah daerah yang sudah menerapkan kebijakan EFT ini, tercatat dari tahun 2019-2024 ada sebesar Rp355,4 miliar total pendanaan EFT yang sudah teralokasikan oleh pemerintah daerah, dari 40 pemerintah daerah pelaksana EFT terdapat penerima manfaat EFT seperti 21 Kabupaten/Kota, 1.518 desa, dan 104 kelurahan.
Keberhasilan dari dampak implementasi EFT dalam mendorong pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari peningkatan alokasi yang diperuntukan untuk pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup yang berkontribusi pada penurunan kebakaran hutan dan lahan, komitmen untuk menciptakan ruang terbuka hijau yang semakin pesat, mendorong semakin banyaknya program-program penghijauan hutan dan lahan, peningkatan ekonomi bagi warga dalam pengelolaan ekowisata, peningkatan status desa dan juga dengan adanya kebijakan EFT ini juga berdampak pada semakin banyaknya daerah menerapkan kebijakan PUG tentunya ini menjadi target peningkatan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di daerah, dll.
Selain itu, gagasan insentif kinerja lingkungan hidup telah mendorong arah baru kebijakan transfer ke daerah yang mana dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), yang diturunkan dalam Peraturan Pemerintah No 1. Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, telah memberikan ruang bagi pemerintah pusat dan daerah untuk menerapkan Insentif Kinerja berbasis Ekologis. Mengusung redesain desentralisasi fiskal yang berkeadilan, transparan, akuntabel, dan berkinerja, dalam kedua regulasi itu terdapat beberapa pengaturan yang beririsan dengan isu pembiayaan lingkungan. Selain memiliki dampak yang positif bagi daerah dalam melaksanakan penerapan kebijakan EFT ini, terdapat tantangan yang dihadapi dalam penerapan EFT.