
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Bella TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat menggelar pertemuan regional Komisi Informasi Provinsi se-Kalimantan di Hotel Aston Pontianak pada Selasa (17/4/2018). Pertemuan tersebut dalam upaya mendorong keterbukaan badan publik sektor hutan dan lahan. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut, diisi dengan berbagai materi dalam persentasi dan tanya jawab. Hadir juga Komisioner Komisi Informasi Pusat Romanus Ndau Lendong yang menyampaikan materi mengenai jaminan akses informasi publik dalam mengatasi deforestasi dan degradasi lahan dan celah hukum dalam mengatasi ketertutupan publik. "Masa depan Indonesia adalah dimulai dari hutan Kalimantan, hutan Papua dan hutan Sulawesi," katanya saat membuka materi. Sementara kita, setiap tahunnya menghadapi kerusakan hutan yang besar setiap tahunnya. "Kerusakan hutan 1,8 juta hektar pet tahun, menyebabkan bencana banjir, longsor, penyakit yang merupakan buah yang kita panen, " katanya.
Sementara Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan, terkait dengan keterbukaan informasi terhadap hutan dan lahan. "Masalahnya keterbukaan masih terhambat rezim ketertutupan. Dominasi informasi oleh policy maker karena pengetahuan akan menindas ketidak tahuan. Juga partisipasi rakyat minim dalam menentukan kebijakan publik, karena demokrasi ditentukan oleh tekanan publik," paparnya. Romanus berharap, agar demokrasi betul-betul dapat diwujudkan dalam upaya menggapai terciptanya akses informasi publik. "Terkadang Negara itu miskin bukan kurang makanan, tapi kurang tegaknya demokrasi. Jika demokrasi ditegakkan dia akan lebih maju. Sehingga kita berharap betul pada kemauan DPR dan pemerintahan untuk mewujudkan reformasi dan demokrasi," katanya. Tidak hanya DPR dan pemerintah, ia juga berharap agar masyarakat berperan aktif meminta haknya dalam mengakses informasi publik. "Ini juga peluang bagi masyarakat sipil untuk lebih berperan dalam mengawasi badan publik, karena rakyat memiliki hak untuk meminta information. Sementara di Indonesia hal itu masih sangat rendah, percuma ada Undang-Undang nya jika masyarakat tidak memanfaatkan," katanya.