Mangrove dan pesut (Orcaella brevirostris) atau lumba-lumba air tawar memiliki hubungan yang cukup erat. Menjaga kelestarian hutan mangrove, berarti juga menunjang ekosistem hidup pesut.
SP - Saya diberi kesempatan untuk mengikuti jurnalis trip yang digagas Jari Indonesia Borneo Barat, sebuah non-governmental organization (NGO) yang saat ini konsen menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove di Kalbar, khususnya di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Minggu (4/3/2018).
Trip kali ini cukup menarik, karena Jari Borneo tidak hanya konsen pada upaya konservasi mangrove saja, tapi juga bagaimana budaya masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola hasil laut dan sungai. Juga menjaga kelestarian dan keberlangsungan hidup satwa, khususnya mamalia pesut (Orcaella brevirostris).
Untuk menuju Kecamatan Batu Ampar dari Kota Pontianak, tim jurnalis trip sepakat berkumpul di sebuah area parkir bank di persimpangan lampu merah Polda Kalbar. Tak hanya saya, namun beberapa orang jurnalis dari media cetak lain juga ikut serta.
Sebuah mobil siap digunakan untuk melakukan perjalanan ke Pelabuhan Rasau Jaya, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya. Bagiku melewati jalur ini bukan hal baru. Sebab, beberapa tahun lalu, jalur ini juga kerap aku gunakan dalam beberapa perjalanan menuju Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang.
Ada beberapa jenis kendaraan trasportasi air yang dapat digunakan untuk menuju wilayah Batu Ampar. Diantaranya, speed boat, kapal ferry, kapal kelotok, serta kapal penumpang fiber. Pada perjalanan kali ini, kami menggunakan jenis kapal penumpang berbahan fiber. Kapal tersebut cukup besar, lebih besar dari kebanyakan kapal klotok atau kapal bandung yang ada, namun lebih kecil dari jenis kapal ferry.
Biaya yang digunakan untuk sekali perjalanan menuju Kecamatan Batu Ampar dari pelabuhan Rasau Jaya berkisar Rp60 ribu per orang, harga yang sama hitungannya untuk satu jenis kendaraan bermotor.
Keberangkatan dimulai pukul 17:00 WIB. Jadwal yang memang sudah diatur dari pengelola kapal. Tidak lupa perlengkapan pengganjal perut kami siapkan sebagai bekal perjalanan dengan jarak tempuh sekira enam jam setengah dari pelabuhan Rasau Jaya menuju Batu Ampar.
Suatu hal yang selalu dapat dinikmati dari perjalanan menyusuri jalur sungai tersebut yaitu, pemandangan sore kala mentari terbenam dengan siraman cahaya kekuningan pada awan dan lalu lintas nelayan dan kapal-kapal di sungai, bersama dengan percakapan-percakapan ringan, dan tentu mengabadikan momen dengan kamera serta kamera ponsel tentunya.
Satu harapan pula yang selalu dapat dinikmati dari perjalanan-perjalanan sebelumnya yang saya lakukan melalui jalur ini, yaitu beberapa satwa di pinggiran sungai. Burung hingga monyet biasanya dapat diamati dalam perjalanan seperti ini beberapa tahun lalu. Namun, saya sedikit kecewa karena hal itu tidak dapat dijumpai kali ini.
Entah apa yang terjadi. Mungkin satwa tersebut sedang bersembunyi atau melakukan perjalanan lain. Namun satu hal yang terbersit dalam benakku. Ini mungkin karena kerusakan hutan, sehingga membuat satwa-satwa tersebut bersembunyi pada wilayah yang aman. Atau, mungkin dikarenakan populasinya semakin sedikit.
Malam pun hadir, diikuti dengan angin yang semakin dingin. Saya bergegas mempersiapkan diri dengan menggunakan jaket tebal. Sekira pukul 20.00 WIB, kapal bersandar di Kecamatan Kubu untuk berhenti sejenak, dan kembali melakukan perjalanan menuju Batu Ampar.
Sekira pukul 23.20 WIB, kapal yang kami tumpangi sandar di pelabuhan Batu Ampar. Setelah mengemasi barang-barang, kami langsung menuju camp Jari Borneo di Batu Ampar, untuk beristirahat karena kegiatan akan kembali dilanjutkan keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali kami sudah terbangun. Tim Jari Borneo Barat telah menyiapkan berbagai perbekalan untuk keperluan perjalanan yang telah dijadwalkan. Setelah persiapan selesai, tim melakukan briefing bersama di kamp, dan memberikan gambaran teknis kegiatan kepada teman-teman jurnalis trip.
Dalam kegiatan ini, Tim Jari Borneo juga memfasilitasi sebanyak 46 orang pelajar SMA N 2 Batu Ampar dan SMK Awaluddin Batu Ampar, bersama guru pendamping untuk melakukan kampanye penanaman mangrove di Dusun Cabang Ruan.
Kampanye pun dimulai dengan pembagian baju kampanye pesut kepada peserta jurnalis trip, dan pelajar serta guru pendamping. Setelah mengikuti pengarahan singkat dan prosesi pembukaan kegiatan, kami berangkat menuju lokasi penanaman mangrove dengan menggunakan kapal motor milik Johan menyusuri Sungai Krawang untuk menuju lokasi yang berada di Desa Karang Anyar, Dusun Cabang Ruan, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya.
Di sepanjang perjalanan, mata kami dimanjakan dengan pemandangan hamparan hutan tepi sungai, yang dihiasi dengan berbagai aktivitas masyarakat disertai dengan obrolan-obrolan ringan. Tidak bosan-bosan rasanya mata ini mengamati sekeliling.
Salah satunya yang kami lewati hamparan hutan pohon nipah yang menghampar puluhan hektar. Saya sempat bertanya kepada pemilik kapal, terkait bagaimana pemanfaatan dari nipah tersebut. Dia mengatakan bahwa, masyarakat sekitar jarang memanfaatkan tanaman tersebut, selain diambil daunnya untuk dipergunakan sebagai bahan atap daun.
Salah seorang Tim Jari Borneo Barat, Manajer Keuangan Jari Borneo Barat, Sumiati (Acu) juga bercerita, betapa rumitnya memantau habitat pesut. Dia mengatakan, mamalia air tawar tersebut cukup susah untuk didekati dalam melakukan penelitian. Sebab ikan pesut memiliki sonar yang mampu mendeteksi keberadaan sesuatu yang dinilainya dapat mengancam.
Dia mengatakan, hingga saat ini belum diketahui berapa banyak jumlah mamalia tersebut tersisa, dikarenakan belum adanya penelitian mendalam terhadap salah satu satwa yang terancam punah tersebut.
“Pesut itu cuma muncul sebentar saja ke permukaan, jadi susah untuk diamati,” ujarnya.
Berdasarkan data Jari Borneo Barat, dari hasil survey WWF 2011-2015 menunjukkan adanya populasi pesut (Orcaella brevirostris) jenis Irrawaddy Dolphin dan Indo-Pacific Humpback Dolphin di kawasan perairan Batu Ampar.
Irrawaddy Dolphin tergolong ke dalam kelompok rentan (vulnerable) berdasarkan IUCN Red List of Threatened Species dan Indo-Pacific Humpback Dolphin berada pada kategori mendekati terancam (Near Theathened). Keberadaan pupulasi pesut diperkirakan akan semakin menurun. Hasil penelitian WWF-Indonesia Program Kalbar 2012-2013, menemukan sedikitnya sekitar 10 pesut terjaring dalam kurun waktu tersebut.
Johan bercerita, beberapa tahun yang lalu pernah ditemukan seekor pesut mati mengambang tersangkut di bawah dermaga Batu Ampar. Ukurannya cukup besar, hingga sebesar badan manusia dengan berat yang diperkirakannya mencapai 50 kilogram. Tidak diketahui pasti, perihal penyebab kematiannya.
Menurut pria Batu Ampar tersebut, masyarakat sekitar tidak pernah mengganggu keberadaan pesut yang ada. Mamalia air tawar yang biasa berenang berpasangan tersebut, biasa muncul pada cuaca-cuaca cerah saja. Jika dalam cuaca hujan tidak pernah menampakkan diri dan bahkan sulit untuk dilihat.
Sambil terus asik mengobrol tentang pesut, kami akhirnya tiba di Dermaga Desa Krawang. Namun berdasarkan penuturan dari tim Jari Borneo, kami harus menunggu terlebih dahulu untuk melakukan penanaman mangrove, sebab air sungai masih dalam keadaan pasang menggenangi area yang akan ditanami.
Mangrove Lestari Pesut Pun Menari
Cukup lama kami menunggu. Barulah sekitar pukul 14.10 WIB kami bertolak dari Dermaga Sungai Krawang, menuju lokasi penanaman menggunakan dua buah motor air.
Sesampainya di lokasi, para pelajar yang turut serta, dengan tanpa dikomando tampak antusias turun dari kapal untuk melakukan penanaman. Kegiatan ini adalah upaya restorasi atau perbaikan terhadap ekosistem hutan mangrove, dengan melakukan penambalan pada lahan-lahan kosong yang gundul akibat kerusakan.
Satu persatu kantong berisi mangrove mereka jinjing dengan dengan ceria. Dikarenakan lokasi penanaman masih tergenang air, seluruh pelajar bersama para guru pendamping bersama tim Jari Borneo dan rekan-rekan jurnalis, terjun berkubang dengan lumpur.
Sungguh menyenangkan menyaksikan antusias para pelajar tersebut. Mereka dengan cekatan menancapkan bibit-bibit mangrove yang sudah dipersiapkan oleh tim Jari Borneo. Puluhan kantong banyaknya bibit tersebut.
Sambil bercengkrama dengan sesama pelajar, mereka tebar seluruh bibit yang sudah dipersiapkan dengan rapi, pada tiang-tiang pancang berupa ajir dari bambu yang sudah dipersiapkan untuk menjaga, agar bibit mangrove yang sudah ditanam tidak terseret arus. Tidak sampai satu jam, ludes sudah 500 bibit mangrove.
Turas (18), siswa SMK Awaluddin Batu Ampar yang turut serta mengatakan, dirinya sangat senang mengikuti program tersebut. Sebab, sebelum mendapat pengarahan dan sosialisasi dari tim Jari Borneo Barat, dia tidak mengetahui apa itu mangrove, dan apa saja fungsinya.
“Jadi tahu sekarang yang namanya mangrove. Pertamanya tak tahu mangrove, tahunya pohon bakau. Fungsinya buat apa, tahunya buat dijadikan arang,” tutur siswa dari Desa Setia Baru, Kecamatan Batu Ampar.
Melalui kegiatan itu, dia menjadi tahu dan menyadari fungsi dari hutan mangrove, terutama untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Selain itu, dia juga baru mengetahui bahwa, nama lain dari lumba-lumba air tawar yang sering didengarnya merupakan pesut.
Meski baru pertama kali mengikuti penanaman mangrove, namun kedepan dia tertarik mengikuti penanaman mangrove lagi. Sebab berdasarkan sosialisasi yang didapatkannya, ikan pesut juga terpengaruh dengan ekosistem mangrove.
Karenanya, mangrove harus dijaga, karena pesut juga berlindung di sana. “Maka dari itu harus ditanam ulang supaya tidak rusak,” ujarnya.
Dia mengakui, selama ini belum pernah melihat seperti apa itu pesut. Sebab selama ini, dirinya hanya baru mengetahui bahwa, adanya pesut di wilayah perairan Batu Ampar, dari dari sosialisasi yang dilakukan tim Jari.
Program Officer TFCA Jari Indonesia Kalimantan, Hasan Subhi mengatakan bahwa, total luas lahan yang ditanami para pelajar tersebut sekira 0,8 hektar. Namun yang ditanami hanya seluas 0,5 hektar saja dengan jumlah bibit 500 batang jenis mangrove bakau besar, dan sisanya akan dilanjutkan oleh tim restorasi Jari Borneo Barat.
“Kita memang kampanye penanaman awal, nanti bisa jadi pada penanaman selanjutnya kita akan melakukan hal yang sama, hanya saja pesertanya yang beda. Mungkin dari kelompok masyarakat,” ucap Hasan.
Sebelum melakukan penanaman, pihaknya terlebih dahulu melakukan sosialisasi kepada para pelajar, tentang pesut dan hubungannya dengan mangrove.
Hasan mengungkapkan, saat ini wilayah kerja Jari Borneo Barat mencakup pemantauan wilayah dengan luas area 700 hektar di wilayah Desa Batu Ampar, terdiri dari tujuh dusun. Namun wilayah yang berhadapan langsung dengan sungai dan terjadi kerusakan hanya pada Dusun Sungai Limau, Dusun Batu Ampar Tengah, Dusun Teluk Mastura, Dusun Cabang Ruan dan Dusun Teluk Air. Sementara untuk wilayah hamparan hutan mangrove yang paling luas, berada di Dusun Cabang Ruan.
Berdasarkan pemetaan tim Jari Borneo Barat pada Maret 2017, saat ini terdapat 15 spot hutan mangrove yang telah dipetakan mengalami kerusakan di Dusun Cabang Ruan, Desa Batu Ampar, dengan total kerusakan mencapai 12 hektar dengan luasan dari setiap spot yang tidak sama. Pada kawasan hamparan seluas 100 hektar hutan mangrove.
Dari setiap spot, kerusakan paling luas mencapai hampir dua hektar dan paling kecil dengan luas sekitar 400 meter persegi. Pada spot-spot yang dilakukan restorasi tersebut, diungkapkan Hasan sudah tidak memungkinkan untuk kembali tumbuh, dikarenakan bibit-bibit mangrove tidak bisa tersangkut.
Gundulnya beberapa lahan tersebut, diakibatkan penebangan yang dilakukan masyarakat sebelum tahun 2000. Jika dilihat dari hamparan mangrove yang baru tumbuh dengan usia dua sampai tiga tahun, kerusakan yang terjadi pada spot-spot yang ada cukup besar. Namun, sebagian telah mulai tumbuh kembali.
Dari hasil survey, menurut pengetahuan masyarakat, terdapat 21 jenis tumbuhan di kawasan hutan mangrove Batu Ampar. Yaitu, nipah, nyirih, bakau, tumuk, nibung, mentangor, berembang, paku piyai, bakau besar, dungun, api-api, asam maram, bruguera, kandelia, lapiseria, perepat, rengas,rizophora, serarasia, tengadai dan waru.
Ada lima jenis tumbuhan hutan mangrove yang sangat dikenal di masyarakat, yaitu nipah, nyirih, bakau, tumuk dan nibung. Kelima jenis tumbuhan ini dikenal karena dekat dengan kehidupan warga sehari-hari, terutama sebagai bahan baku pembuatan rumah dan bahan baku arang.
Mangrove merupakan ekosistem hutan di tepi perairan payau di bagian pesisir pantai, terdiri dari berbagai jenis, seperti bakau dan nipah. (anugrah ignasia/ind)